Kenapa Produk Kayu Harus Legal?
Jepara – Wakil Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Collin Crooks membuat pernyataan bahwa 10 tahun lalu Uni Eropa banyak mengimpor kayu ilegal dari Indonesia. Collin Crooks ikut dalam kunjungan kerja WWF di Jepara terkait Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Pernyataan ini bukan hal yang mengejutkan karena pembalakan liar (illegal logging) pada masa lalu sangat marak di Indonesia. Fakta tersebut, membuat Uni Eropa sebagai konsumen gerah karena banyak barang yang diimpor seperti furnitur, kerajinan atau produk lain yang berbahan kayu dibuat berasal bahan baku ilegal. Untuk terus melakukan ekspor ke Uni Eropa, produk Indonesia harus memiliki sertifikasi. Pada tahun 2001 pemerintah Indonesia meluncurkan SVLK yang tujuannya selain menyelamatkan ekspor sebagai salah satu sumber devisa, juga untuk memberantas penebangan liar.
“Produk yang memiliki SVLK berarti dia punya lisensi V-Legal,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Indrawan ditemui di acara yang sama. Lisensi V-Legal berarti produk tersebut telah memenuhi persyaratan European Union Trade Regulation (EUTR), namun bukan berarti produk tersebut bisa langsung dijual di pasar Uni Eropa. Masih ada persyaratan yang harus dilewati oleh perusahaan pemegang sertifikat SVLK yaitu proses uji tuntas. Jika lewat pengujian tersebut lolos, maka produk dianggap aman untuk dijual di Uni Eropa.
Urusan ekspor furnitur dan produk kayu ke negara Uni Eropa memang agak ribet karena kebijakan mereka yang sangat ketat. Akhirnya, Indonesia dan Uni Eropa menandatangani kesepakatan yang disebut Voluntary Partnership Agreement (VPA) pada tanggal 30 September 2013. Kesepakatan ini akan lebih mempermudah ekspor produk Indonesia ke Uni Eropa. Semua produk yang telah memiliki SVLK atau berlisensi V-Legal akan mendapatkan akses penuh ke pasar Uni Eropa tanpa ada pengujian uji tuntas.
Meski telah ditandatangani, VPA belum berketetapan hukum dan diratifikasi oleh Uni Eropa dan Indonesia. Rencananya awal tahun ini kedua pihak akan meratifikasinya. “Kami Pemilu bulan Mei, ratifikasi bisa dilakukan sebelum itu,” kata Collin. Menurut Collin, Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi negara yang pertama meratifikasi VPA. Berkompetisi dengan negara-negara di Afrika seperti Kongo dan Ghana yang juga telah menandatangani VPA dengan Uni Eropa, Indonesia memiliki peluang lebih besar karena hanya Indonesia yang telah memiliki sistem kayu legal yaitu SVLK.
“Indonesia akan menjadi negara yang pertama di dunia,” seru Collin. SVLK merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia . SVLK dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia
Sistem ini diterapkan di Indonesia untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia. Unit manajemen hutan tidak khawatir hasil kayunya diragukan keabsahannya. Industri berbahan kayu yakin akan legalitas sumber bahan baku kayunya sehingga lebih mudah meyakinkan para pembelinya di luar negeri.
Dikutip dari Detik.COM